SahabatRakyat.Id – Usai dilantik sebagai pengurus Dewan Pimpinan Cabang Barisan Merah Putih (BMP) Kabupaten Asmat di aula Puspas Keuskupan Agats, Kamis pagi (9/10/2025), suasana belum benar-benar reda dari tepuk tangan dan sorak dukungan. Tapi bagi para pengurus yang baru dilantik, waktu bukan untuk berlama-lama dalam euforia. Mereka memilih langsung “tancap gas” — bukan dengan rapat atau seremoni lanjutan, melainkan dengan tindakan nyata: bakti sosial pemeriksaan kesehatan gratis dan pemberian santunan kepada keluarga korban penembakan serta warga terdampak kerusuhan.
Pagi itu, aula Puspas berubah menjadi ruang penuh kehangatan. Bersama Komunitas Medik Katolik Indonesia (KMKI) Keuskupan Agats, tim medis yang dipimpin oleh drg. Yeni Yokung Yong melayani siapa pun yang datang. Para pastor, suster, orang muda, hingga warga dari berbagai kampung silih berganti memeriksakan diri. Tak ada batasan, tak ada jarak — semua dilayani dengan senyum yang sama.
“Ini kegiatan yang sangat menenangkan,” kata seorang Mama warga Syuru sambil tersenyum lega usai diperiksa. “Kami merasa diperhatikan lagi.”
Senyum dan sapaan kecil di tengah kegiatan itu terasa lebih berharga dari obat yang diberikan. Di balik meja pemeriksaan, ada pesan kuat: Asmat selalu punya ruang untuk saling peduli.
Selesai kegiatan kesehatan, para pengurus BMP Asmat tak langsung pulang. Bersama Ketua DPD BMP Papua Selatan, Dr. Esau Hombore, S.STP., M.Si dan Ketua DPC Asmat, Bruno Yitakap, mereka melanjutkan langkah menyusuri lorong-lorong di kota Agats. Di tangan mereka, 100 paket sembako disiapkan untuk dibagikan kepada keluarga korban penembakan, warga yang terdampak kerusuhan, dan masyarakat sekitar.
Mereka tidak datang sebagai pejabat, tapi sebagai saudara. Di setiap rumah yang dikunjungi, mereka menyalami, mendengar, dan menguatkan. Ada keluarga yang masih trauma, ada anak kecil yang hanya menatap diam, tapi suasana berubah hangat ketika rombongan datang membawa sembako dan senyum.
“Nilai bantuannya tidak seberapa,” ujar Bruno Yitakap dengan tenang. “Tapi kami ingin menunjukkan bahwa orang Asmat selalu baik kepada siapa pun, termasuk keluarga Nusantara yang tinggal di sini. Semua yang ada di Asmat adalah saudara kami.”
Yang membuat kegiatan ini berbeda, tak hanya karena dilakukan di hari pelantikan. Tapi karena perhatian mereka menjangkau semua. Bukan hanya warga asli Asmat, kios-kios kecil milik warga pendatang pun disambangi. Ada yang menerima dengan air mata, ada yang hanya bisa berterima kasih dengan senyum.
Satu kalimat sering terdengar: “Terima kasih sudah datang… dan maaf kalau kami juga pernah salah.”
Dalam kesederhanaan itulah, rasa damai tumbuh kembali.
Dan dari langkah kecil inilah, Asmat kembali diingatkan: bahwa luka bisa sembuh, selama ada orang yang mau datang dan menyapa dengan cinta.