SahabatRakyat.Id, Agats – Suasana pagi di lingkungan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Asmat tampak lebih hidup dari biasanya. Ratusan peserta dari berbagai kelompok belajar mulai berdatangan. Sebagian besar mengenakan pakaian sederhana, dan sebagaian lagi menggunakan hitam putih namun sorot mata mereka menyiratkan semangat dan harapan baru. Hari itu, Senin (19/05), menjadi awal pelaksanaan Ujian Paket Kesetaraan yang diselenggarakan oleh Bidang PAUD dan Pendidikan Nonformal (PNF), Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat.
Ujian ini bukan sekadar ritual pendidikan. Bagi banyak peserta, ia adalah gerbang menuju masa depan yang selama ini terasa jauh—kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, mendapatkan pekerjaan lebih layak, atau sekadar membuktikan pada diri sendiri bahwa mimpi itu masih mungkin diwujudkan.
Dari Kampung ke Ruang Ujian
Program ujian kesetaraan kali ini menyasar peserta dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang tersebar di Distrik Agats. Beberapa kelompok belajar yang terlibat di antaranya adalah Kelompok Belajar Ewer, Per, Uwus Bow, Jir Kaye, PBH SKB Asmat, serta sejumlah kelompok belajar lain yang aktif mendampingi warga dalam pendidikan nonformal.
“Kami tetap fleksibel terhadap jadwal. Walau pelaksanaan ujian dijadwalkan dari 19 sampai 24 Mei, namun apabila ada yang terlambat karena faktor transportasi, tetap kami terima,”ujar Bonaventura Silu, Kepala Bidang PAUD dan PNF
Dalam lanskap geografis seperti Asmat, di mana jarak dan cuaca kerap jadi tantangan, fleksibilitas semacam ini adalah bentuk nyata keberpihakan terhadap hak pendidikan masyarakat atau kelompok marginal.
Komitmen untuk Pemerataan
Sebelum pelaksanaan di Agats, Dinas Pendidikan telah lebih dulu menggelar ujian kesetaraan di beberapa distrik lain. Ini merupakan bagian dari upaya sistematis untuk memastikan bahwa setiap warga, tanpa memandang usia dan latar belakang, memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan.
“Pendidikan nonformal bukan alternatif kelas dua. Ia adalah jembatan bagi mereka yang sempat terputus dari jalur pendidikan formal, untuk kembali menuju cita-cita,” lanjut Bonaventura.
Maka ujian kesetaraan di Asmat adalah potret kecil dari kerja besar: menyemai harapan melalui pendidikan, di tengah segala keterbatasan. Di ruang-ruang ujian itu, tersimpan cerita ketekunan, keberanian, dan tekad untuk bangkit. Dan seperti yang diungkapkan Bonaventura, “Kami tidak hanya mencetak ijazah, tetapi membangkitkan harga diri.”
Dalam senyap ruang ujian, terdengar langkah-langkah menuju masa depan—langkah-langkah yang tak akan berhenti, selama masih ada keyakinan bahwa belajar tidak mengenal kata terlambat.